Industri asuransi menawarkan berbagai macam program, salah satunya asuransi jiwa. Produk asuransi jiwa dalam Islam masih memicu perdebatan bagi sebagian orang. Perbedaan pendapat itu bahkan juga tersebar hingga di kalangan para ulama. Tak ayal, perdebatan ini memunculkan hukum berbeda terhadap penggunaan asuransi jiwa di Indonesia. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan penganut Islam yang besar. Lantas bagaimana sebenarnya Islam memandang asuransi jiwa bagi umat muslim? Apakah terdapat dalil yang menunjukkan larangan atau justru anjuran penggunaannya?
Sebelum mengulas lebih dalam bagaimana Islam menilai asuransi jiwa. Anda perlu memahami terlebih dulu konsep asuransi secara umum. Pada dasarnya, asuransi berpegang pada prinsip perlindungan atau proteksi terhadap resiko kerugian finansial di masa depan. Untuk itu, pemegang asuransi harus membayar sejumlah premi sebagai bentuk kesepakatan sesuai yang termuat di dalam polis. Kemudian dana premi tersebut akan dikelola oleh perusahaan agar nantinya bisa menutup kerugian bila terjadi musibah atau kemungkinan terburuk muncul.
Berbagai Fatwa Tentang Asuransi Jiwa
Fatwa Nadhlatul Ulama (NU)
Organisasi Islam terbesar di dunia, Nadhlatul Ulama (NU) melalui para ulama telah dua kali mengeluarkan fatwa terkait asuransi jiwa. Pertama, NU menetapkan bahwa mengasuransikan jiwa di kantor atau perusahaan asuransi hukumnya haram, karena termasuk dalam jenis perjudian. Sebagaimana mengacu pada risalah Syekh Mufti Mesir dalam majalah Nurul Islam disebutkan bahwa asuransi jiwa jauh dari akal sehat. Program penjaminan yang dimaksud hanya perwujudan dari suatu hal tidak pasti yang mendahului takdir.
Fatwa serupa juga dikemukakan oleh ulama NU Cabang Pekalongan yang meragukan status hukum asuransi. Sekalipun jaminan asuransi tertuju pada harta kekayaan, namun seluruh cabang asuransi yang marak digunakan saat ini dianggap sebagai transaksi judi yang menyerupai pembelian kupon. Dikatakan bahwa seorang pengguna asuransi sama halnya dengan membeli kupon, mereka akan menunggu untuk memperoleh kemenangan.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)
Di sisi lain, berbeda dengan fatwa yang dilontarkan para ulama NU, Dewan Syariah Nasional Majelis Islam Indonesia (DSN MUI) memperbolehkan asuransi, termasuk asuransi jiwa. Namun dengan catatan harus sesuai syariah Islam. Termuat dalam fatwa tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah ditetapkan bahwa asuransi merupakan usaha saling melindungi antar sejumlah orang atau pihak dalam bentuk aset dengan bentuk pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui kesepakatan yang sesuai syariah.
Adapun yang dimaksud dengan akad seseuai syariah adalah tidak mengandung penipuan (gharar), perjudian (maysir), penganiayaan (zhulm), suap (risywah), riba, barang haram, dan maksiat. Pada 2006 lalu, DSN MUI juga telah menetapkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi meliputi asuransi jiwa, asuransi kerugian, dan resuransi syariah yang terdiri dari peserta asuransi dan perusahaan asuransi. Ketentuannya bersandar pada hukum Mudharabah, yakni perusahaan boleh melakukan reasuransi karena merupakan impilkasi dari mudharabah musytarakah yang dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan maupun non tabungan.
Bagaimana Fatwa MUI Tentang Asuransi Jiwa Menurut Islam?
Kendati mencuatkan pro dan kontra antar organisasi Islam terbesar, terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai puncak kebijakan regulasi Islam di Indonesia telah memiliki fatwa, disebutkan bahwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 memuat tentang bagaimana asuransi berjalan sesuai dengan syariat agama Islam. Dengan fatwa tersebut dapat disimpulkan bahwa MUI memperbolehkan asuransi selama bergerak sesuai ajaran dan syariat agama Islam. Untuk itu, di Indonesia telah banyak bermunculan asuransi syariah yang sejalan dengan prinsip masyarakat muslim.
Adapun dalam fatwa tersebut, MUI berpandangan bahwa asuransi jiwa merupakan bentuk upaya perlindungan atas hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Adapun dalam produk asuransi jiwa syariah terdapat unsur tolong-menolong antara sejumlah pihak, mulai dari pemegang asuransi dan perusahaan asuransi. Kemudian, setiap produk asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau istilahnya akad tabarru'. Dengan mengelola asuransi berdasarkan prinsip syariah, risiko dan keuntungan akan terbagi rata pada seluruh pihak yang terlibat. Yang pastinya, asuransi syariah merupakan bagian dari hukum muamalah yang mengatur hubungan antar manusia.
Dari penjelasan di atas, asuransi jiwa menurut Islam bukan sesuatu yang dilarang. Sebab, asuransi jiwa merupakan salah satu produk asuransi yang jika dikelola berdasarkan prinsip syariah maka dapat mendatangkan manfaat bagi para penggunanya.